permasalahanyang perlu dikaji dan ditemukan formula yang tepat untuk memberi koridor pada kebebasan berpendapat dan berekspresi yang merupakan hak dasar manusia dalam konteks hukum pidana Indonesia khususnya terkait penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP, maka rumusan masalah dalam tulisan ini adalah: 1. Apakah Penerapan Pasal 310 dan 311 sudah Berikutini penjelasan mengenai ke empat metode tersebut. Metode dan Langkah-Langkah Penulisan Sejarah. 1. Heuristik. Heuristik adalah langkah bagaimana kita akan mengumpulkan sumber sejarah terkait dengan tema sejarah yang kita tulis dalam kajian. Sementara itu, sumber sejarah adalah bahan-bahan yang kita gunakan untuk memperoleh data. Metodehistoris-kritis adalah metode eksegese (tafsir Kitab Suci) yang umum digunakan dalam studi untuk mempelajari Kitab Suci selama sekitar 100 tahun terakhir. Komisi Kitab Suci Kepausan menyebutkan metode ini sebagai salah satu Sejarahsebagai seni , yang dimaksud diantaranya ketika seorang sejarawan menuliskan kembali peristiwa masa lampau itu . dalam penulisan sejarah (historiografi ) seorng sejarawan memerlukan beberapa pemahaman seperti, layaknya seorang seniman , sebagai seni adalah sejarah yang disajikan secara naratif dan imajinatif dengan menonjolkan unsur Teknologikesehatan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) mencakup segala metode dan yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit, mendeteksi adanya penyakit, meringankan penderitaan akibat penyakit, menyembuhkan, pelayanan kesehatan sebagai orang yang kemungkinan paling mengetahui apa yang dibutuhkan dan menyatakan masalah dalam KataHistoriografi sendiri berakar dari bahasa Yunani, “Historia” yang berarti “sejarah” dan “Graphe”, yang berarti “tulisan” atau “naskah”. Dapat diartikan bahwa Historiografi adalah tulisan berupa hasil penelitian sejarah. Salah satu bentuk dari historiografi, utamanya di Indonesia adalah historiografi tradisional. Sejarahdikatakan sebagai ilmu karena merupakan pengetahuan masa lampau yang disusun secara sistematis dengan metode kajian secara ilmiah untuk mendapatkan kebenaran mengenai peristiwa masa lampau. Menurut C.E. Berry, sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan, tidak kurang dan tidak lebih. Adapun menurut York Powell, sejarah bukanlah hanya sekadar Apayang dimaksud dengan maksud dan pelaksanaan tersebut? Petunjuk Jawaban Latihan Untuk menjawab soal latihan di atas Anda disarankan untuk memperdalam, kembali karakteristik mata kuliah konsep dasar IPS beserta tata cara pelaksanaan evaluasi pembelajarannya RA NGK UM A N Berdasarkan uraian dan pembahasan ruang lingkup dan cakupan konsep dasar Penelitiansejarah adalah riset yang berupaya untuk mempelajari, memahami, dan menafsirkan peristiwa masa lalu, dengan tujuan untuk mencapai wawasan atau kesimpulan tentang orang atau kejadian masa lalu. Penelitian sejarah mencakup lebih dari sekadar mengumpulkan dan menyajikan informasi faktual. Biasanya, sejarah berfokus pada individu Answeredby ### on Sun, 31 Jul 2022 10:41:48 +0700 with category Sosiologi. Yang dimaksud dengan sosiologi bersifat non etis sebagai ilmu pengetahuan tentang masyarakat yaitu ilmu sosiologi merupakan ilmu yang tidak mempersoalkan baik buruknya masalah sosial tetapi menjelaskan suatu masalah secara detail. eWa07. Cara sejarawan dalam menangani peristiwa sejarah adalah salah satu keputusan utama dalam historiografi. Secara umum diakui oleh para sejarawan, fakta sejarah individu memiliki sedikit makna dalam hal nama, tanggal, dan lokasi. Fakta ini hanya berguna jika dikaitkan dengan bukti historis lainnya dan proses korelasi dari bukti tersebut dimaksudkan sebagai pendekatan historiografis spesifik. Pengertian Historiografi Pengertian Historiografi adalah pemeriksaan terhadap metode sejarawan dalam pengembangan sejarah sebagai disiplin akademik dan secara umum. Definisi historiografi lainnya adalah karya sejarah apa pun tentang topik tertentu. Tujuan historiografi adalah untuk secara kronologis dan sistematis menulis peristiwa masa lalu. Kata historilogi terdiri dari kata History, yang berarti sejarah, dan graph, yang berarti tulisan. Jadi dapat dikatakan bahwa definisi historiografi adalah penulisan sejarah yang baik yang memiliki belut ilmiah berorientasi masalah atau yang tidak ilmiah tidak berorientasi orientasi masalah. Berorientasi masalah adalah karya sejarah tertulis dan ilmiah dan pemecahan masalah, dengan menulis menggunakan sejumlah metode penelitian. Jadi tidak ada yang berorientasi pada masalah yaitu penulisan sejarah yang ditulis tidak ditujukan untuk penyelesaian masalah itu naratif dan tidak menggunakan metode penelitian apa pun. Definisi historiografi menurut para ahli, salah satunya adalah Louis Gottschalk. Menurut Louis Gottschalk, definisi historiografi adalah bentuk publikasi, baik secara lisan atau tertulis tentang peristiwa atau kombinasi dari peristiwa masa lalu. Pengertian Historiografi Menurut Para Ahli 1. Prof Dr Ismaun “Historiografi adalah representasi sejarah, representasi sejarah peristiwa yang terjadi dalam apa yang disebut sejarah” Ismaun, 2005. 2. Prof Dr Helius Sjamsudin Historiografi adalah Suatu sintesis oleh para sejarawan dari semua hasil penelitian atau penemuannya dalam naskah lengkap Sjamsuddin, 2007. 3. Drs Sugiyanto, M Hum Historiogarfi adalah puncak dari kegiatan penelitian sejarah setelah topik yang menarik untuk penelitian sejarah telah dipilih, sumber dicari dan informasi yang terkandung di dalamnya ditafsirkan Sugiyanto, 2009. 4. Drs Haryono, Historiogarfi adalah sejarah masa lalu yang telah direkonstruksi oleh para sejarawan berdasarkan fakta” Hariyono, 1995. 5. Prof A Daliman, Historiogarfi adalah Menulis sejarah historiografi menjadi sarana mengkomunikasikan hasil penelitian yang diungkapkan, diuji diverifikasi dan ditafsirkan Daliman, 2012. 6. Abdurahaman Hamid dan Muhammad Saleh Majid Historiogarafi adalah Berbagai pernyataan tentang masa lalu yang dirangkum kemudian, ditulis dalam kisah sejarah Hamid, 2011. 7. Soedjatmoko et all Historiografi adalah penulisan sejarah dalam ilmu sejarah puncak dari kegiatan penelitian sejarawan. Dalam metodologi sejarah, historiografi adalah bagian terakhir. Langkah terakhir, tetapi langkah itu adalah langkah yang paling sulit. Poesporodjo, 1987 . 8. Susanto Zuhdi Historiografi adalah dua istilah dalam historiografi, langkah pertama dalam metode historis atau penulisan sejarah dan langkah kedua dari hasil penulisan sejarah Mulyana A., 2009. Fungsi Historiografi 1. Fungsi Genetis Fungsi genetis adalah untuk mengekspresikan apa asal mula suatu peristiwa tersebut. Fungsi ini ditemukan dalam banyak tulisan sejarah seperti Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu dan Prasasti Kutai. 2. Fungsi Didaktis Fungsi didaktis adalah fungsi yang mengajarkan artinya dalam karya sejarah yang berisi banyak pelajaran, hikmah, dan teladan yang penting bagi pembaca mereka. 3. Fungsi Pragmatis Fungsi yang terkait dengan upaya untuk melegitimasi kekuatan untuk membuatnya kuat dan berwibawa. Prinsip Historiografi Kejadian tersebut diceritakan secara kronologis dari awal hingga selesai. Ada penentuan sebab akibat dari fakta. Periodisasi diperlukan sesuai dengan kriteria tertentu. Harus ada pilihan acara bersejarah. Membutuhkan konsekuensi tertentu. Jika bersifat deskriptif, maka proses pengurutan acara diperlukan. Bersifat deskriptor analitis. Tujuan Historiografi Hubungan antara masa lalu dan masa kini dan arsitektur yang terbentuk di masa kini tidak terlepas dari arsitektur masa lalu. Memahami latar belakang pembentukan artefak atau pengaruh yang membentuk artefak ini. Berguna untuk para peneliti dan pembuat makalah ilmiah. Berguna untuk arsitek untuk menginspirasi desain. Jenis-jenis Historiografi Historiografi dapat dibagi menjadi tiga, yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial dan historiografi nasional. Berikut penjelasannya 1. Historiografi Tradisional Historiografi tradisional adalah ekspresi budaya dari upaya untuk mencatat sejarah. Historiografi tradisional memiliki kaitan erat antara unsur-unsur sastra seperti karya imajinatif dan mitologis sebagai visi kehidupan yang diceritakan sebagai deskripsi peristiwa masa lalu, sebagaimana tercermin dalam kronik atau hikayat. Contoh historiografi tradisional adalah sejarah Malaysia, kisah raja-raja Pasai, kisah Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Pajajaran, Babad Majapahit, Babad Kartasura dan banyak lagi lainnya. 2. Historiografi Kolonial Historiografi kolonial sering disebut sebagai pusat Eropa. Berlawanan dengan historiografi tradisional, historiografi kolonial adalah penulisan sejarah yang membahas masalah pendudukan Belanda atas bangsa Indonesia. Surat itu ditulis oleh orang-orang Belanda dan banyak penulis belum pernah melihat Indonesia. Sumber yang digunakan berasal dari arsip negara di Belanda dan Jakarta Batavia; Secara umum, jangan menggunakan atau mengabaikan sumber bahasa Indonesia. Seperti namanya historiografi kolonial sebenarnya tidak sepenuhnya benar ketika disebut penulisan sejarah Indonesia. Lebih khusus sejarah Belanda di Hindia Belanda Indonesia. Kenapa begitu? Ini tidak mengherankan karena fokus diskusi adalah pada Belanda, bukan pada kehidupan rakyat atau karya rakyat Indonesia selama periode kolonial Belanda. Karena alasan ini, ciri utama historiografi kolonial adalah Eropa atau Belanda. Ini menggambarkan atau memperluas kegiatan bangsa Belanda, pemerintah kolonial, kegiatan karyawan perusahaan orang kulit putih, rincian kegiatan gubernur jenderal dalam pelaksanaan tugas mereka di koloni, khususnya di Indonesia. Kegiatan orang-orang jajahan Indonesia sepenuhnya diabaikan. 3. Historiografi Nasional Setelah orang Indonesia merdeka pada tahun 1945, telah ada kegiatan untuk mengubah penulisan sejarah Indonesia. Artinya, orang Indonesia dan orang Indonesia adalah fokus perhatian, tujuan yang harus diungkapkan dalam kondisi yang ada, karena sejarah Indonesia berarti kisah yang mengungkap kehidupan bangsa dan bangsa Indonesia secara keseluruhan, kegiatannya, baik itu politik, ekonomi, sosial atau budaya. Ciri-ciri Historiografi Berikut ini adalah ciri-ciri dari historiografi 1. Historiografi Tradisional Ciri-ciri historiografi tradisional adalah sebagai berikut Regio sentris, dalam arti semua tentang sesuatu dipusatkan kepada keluarga kerajaan. Aspek sosial dan ekonomi dari kehidupan manusia tidak dibahas sebagai feodalis-aristokratik, dalam arti bahwa hanya kehidupan para bangsawan feodal yang bersangkutan tidak memiliki sifat populis dan tidak mengandung sejarah kehidupan manusia. Regio magis, yang berarti berhubungan dengan kepercayaan dan hal-hal supernatural. Tidak begitu membedakan antara hal-hal imajiner dan nyata. Mereka terpusat secara regional / etnosentris, sehingga historiografi tradisional sangat dipengaruhi oleh wilayah tersebut, misalnya cerita gaib atau kisah dewa di wilayah tersebut. Raja atau kepala dianggap diberkahi dengan kekuatan gaib dan karisma. Sebagai ekspedisi budaya, ini berarti legitimasi identitas dan asal sendiri seseorang yang dapat menjelaskan keberadaannya dan memperkuat nilai-nilai budaya yang dihormati. Transmisi oral Jenis historiografi ini ditransmisikan secara oral, sehingga integritas editorial tidak dijamin. Kesalahan anakronistik sering terjadi ketika mengatur waktu. Tanggal sejarah mencakup penggunaan kosakata, penggunaan nama kata, dll. Selama masa kerajaan Hindu-Budha, penulisan sejarahnya, misalnya buku-buku Mahabrata dan Ramayana. Sementara kerajaan Islam menghasilkan karya mereka sendiri dan bahkan menggunakan sistem kronologis untuk menjelaskan peristiwa sejarah. 2. Historiografi Kolonial Ciri-ciri historiografi kolonial adalah sebagai berikut Sejarah Belanda di Hindia Timur Indonesia Bersifat diskriminatif Berpusat di Eropa dan di Belanda Asumsikan bahwa India Timur tidak memiliki sejarah sebelum kedatangan orang Eropa / Belanda. 3. Historiografi Nasional Ciri-ciri historiografi nasional adalah sebagai berikut Hasil dari penulisan ini adalah perbandingan antara sumber-sumber kolonial dan lokal. Penulis adalah ilmuwan / kritikus di bidang bahasa, sastra, dan arkeologi. Tidak hanya dengan meningkatkan sejarah orang-orang hebat dan negara, tetapi juga lebih banyak tentang kemanusiaan, yaitu budaya. Perspektif yang digunakan ketika melihat suatu peristiwa tidak lagi di satu sisi, tetapi melihat suatu peristiwa dari perspektif yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya subjektivitas dalam sejarah penulisan. Kelemahan Historiografi Didalam mempersiapkan historiografi terdapat beberapa hambatan yang disebabkan oleh kelemahan dalam penulisan historiografi, yaitu Parsialitas sejarawan terhadap sekolah-sekolah tertentu Sejarawan juga mempercayai cerita pendongeng Sejarawan tidak memahami maksud dari apa yang mereka lihat dan dengar, dan mengurangi hubungan berdasarkan asumsi yang salah Sejarawan membuat asumsi yang tidak tepat tentang sumber berita Ketidaktahuan sejarawan tentang menciptakan keadaan bertepatan dengan peristiwa nyata. Contoh Historiografi 1. Contoh Historiografi Tradisional Babad Tanah Pasundan Babad Parahiangan Babad negara Jawa Babad Raton Nagarakertagama Babad Galuh Babad Sriwijaya Babad Cirebon Karya dari Kerajaan Islam Cirebon Babad Banten karya dari Kerajaan Islam Banten Babad Dipenogoro karya yang menceritakan kehidupan Pangeran Diponegoro Babad Demak Surat dari Kerajaan Islam Demak Babad Aceh. 2. Contoh Historiografi Kolonial Geschiedenis van Indonesie Sejarah Indonesia oleh de Graaf Geschiedenis van de Indian Archipelago History of Nusantara oleh Vlekke Schets eener sejarah ekonomi van Neterlands-Indie sejarah ekonomi Hindia Belanda oleh G. Gonggrijp Sejarah Jawa 1817 oleh Thomas S. Raffles periode kolonial Inggris. 3. Contoh Historiografi Nasional Sejarah Nasional Indonesia, Volume I hingga VI, diterbitkan oleh Sartono Kartodirdjo. Peran bangsa Indonesia dalam sejarah Asia Tenggara oleh R. Moh. Ali. Semua tentang Perang Kemerdekaan Indonesia, Volume I hingga XI, oleh Nasution. Sejarah perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme, penerbit Sartono Kartodirdjo. Sejarah Tan Malaka, Dari penjara ke penjara. Historiografi Modern Historiografi modern adalah penulisan sejarah Indonesia yang kritis atau sesuai dengan prinsip-prinsip ilmiah. Banyak tulisan suci disalahtafsirkan dengan mendefinisikan historiografi modern sebagai penulisan sejarah Indonesia setelah kemerdekaan Indonesia. Faktanya, sebelum kemerdekaan Indonesia, kami telah menusuk karya sejarah kami sendiri yaitu historiografi modern. Misalnya Cristiche Beschouwing van de Sadjarah Banten revisi kritis cerita Banten, karya Dr. Hoesein Djajadiningrat 1886-1960. Historiografi Indonesia modern dapat diartikan sebagai sejarah Indonesia yang lebih modern daripada historiografi Indonesia sebelumnya, terutama historiografi tradisional, historiografi masa kolonial atau masa reformasi. Pertumbuhan historiografi Indonesia modern adalah persyaratan untuk akurasi teknis untuk mendapatkan fakta historis seakurat mungkin, untuk melakukan rekonstruksi sebaik mungkin dan menjelaskannya setepat mungkin. Historiografi modern adalah cara menulis, menjelaskan, atau melaporkan hasil penelitian sejarah yang dapat dibenarkan secara ilmiah. Ciri-Ciri Historiografi Modern Menggunakan metode yang kritis Teknik penelitian smoothing Memanfaatkan ilmu yang baru muncul Metode heuristik harus dikembangkan Menulis sejarah dengan cara konvensional Menggunakan pendekatan multi-dimensi Menunjukkan dinamika masyarakat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 1 HISTORIOGRAFI Makalah Ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Metode Sejarah Oleh Denis Guritno Sri Sasongko NPM. 20177379144 Fakultas Pascasarjana Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI 2018 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Historiografi modern yang ditandai dengan usaha penulisan sejarah bangsa Indonesia telah dilakukan pada zaman penjajahan. Dari periode ini, dikenallah karya sejarah Hindia-Belanda Geschiedenis van Nederlands-Indie sejumlah 5 jilid. Jilid pertama tentang prasejarah, jilid dua tentang sejarah Hindu-Jawa, jilid tiga tentang pembentukan VOC, dan jilid empat tentang sejarah Hindia Belanda abad ke-18. Jilid lima buku ini ditulis oleh Stappel dan diterbitkan pada 1943, ketika Belanda diduduki Jerman dan kepulauan Indonesia diduduki Jepang. Oleh karena itu, jilid lima ini tidak beredar di Indonesia. Tentu saja, kecenderungan penulisan buku tersebut didasarkan pada perspektif kolonial Belanda Purwanto dan Asvi sebagaimana dikutip Subekti, 20102. Dari peristiwa tersebut, sejarawan menjadi orang yang berperan penting dalam penulisan peristiwa-peristiwa masa silam melalui berbagai fakta yang ada. Tanpa melihat fakta-fakta sejarah, seorang sejarawan tidak mungkin dapat merekonstruksi sejarah yang telah terjadi. Fakta inilah yang memungkinkan seorang sejarawan mengungkapkan sejarah. Fakta-fakta sejarah tentu saja tidak ada dalam satu kesatuan utuh. Agar menjadi kesatuan utuh, seorang sejarawan harus mengumpulkan fakta-fakta yang ada dan dituangkan dalam bentuk tulisan atau cerita. Susunan inilah yang dikenal 3 dengan historiografi penulisan sejarah. Di dalamnya, seorang sejarawan menulis apa yang sudah dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, dirasakan dan dialami oleh seseorang atau narasumbernya. Makalah ilmiah adalah studi deskriptif dengan topik “Historiografi”. Konteksnya adalah Metode Sejarah. Untuk itu, pendekatan penulis adalah analisis dari sumber-sumber kepustakaan yang relevan dengan topik tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan beberapa masalah berikut 1. Apa yang dimaksud dengan historiografi? 2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi historiografi? 3. Apa saja bentuk pemaparan atau penyajian historiografi? 4. Bagaimana periodisasi historiografi di Indonesia? C. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah 1. Untuk mengetahui pengertian historiografi 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi historiografi 3. Untuk mengetahui bentuk pemaparan atau penyajian historiografi 4. Untuk mengetahui periodisasi historiografi di Indonesia 4 BAB II PEMBAHASAN A. Definisi dan Konteks Secara etimologis, historiografi berasal dari dua kata, yaitu historia sejarah, Lat dan graphein menulis, Yun. Dari dua kata tersebut, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI menyebut definisi historiografi sebagai penulisan sejarah. Secara lebih luas, historiografi dapat diartikan sebagai sejarah penulisan sejarah. Salah satu bentuk historiografi adalah kronik-kronik yang ditulis pada masa kerajaan-kerajaan kuno. Tarunasena, 200925 Historiografi adalah langkah terakhir dalam penelitian sejarah. Secara kronologis dan sistematis, seorang sejarawan harus mampu merangkai fakta, menginterpretasi makna, dan menghasilkan tulisan sebagai sejarah yang dituliskan. Karya historiografi ini adalah gabungan kedua proses, penafsiran Auffassung dan formulasi/presentasi Darstellung Sjamsuddin, 201699. Oleh karena itu, penulisan sejarah dilakukan setelah fakta-fakta sejarah berhasil dihimpun, dikritisi, dan disusun. Definisi tersebut menunjukkan bahwa penulisan sejarah menjadi usaha seorang sejarawan merekonstruksi sumber-sumber primer yang ditemukan. Sumber-sumber tersebut mulanya terpisah dan belum mempunyai makna secara keseluruhan. Maka, pada proses selanjutnya, sumber-sumber tersebut disusun 5 sesuai alur agar menggambarkan proses terjadinya peristiwa sejarah secara holistik. Proses penulisan sejarah tentu saja menjadi tahap paling menentukan dalam penelitian sejarah. Pada tahap ini, rekonstruksi sejarah yang dibangun oleh seorang sejarawan akan dituliskan, dibaca, dan dikritisi oleh pembacanya. Tahap ini akan mendorong penulis untuk mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena pada akahirnya, ia harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh penelitian atau penemuannya ke dalam suatu penulisan yang utuh Sjamsuddin, 2016 99. Untuk itulah, tahap ini adalah tahap yang paling menentukan bagi seorang sejarawan karena situasi zaman Zeitgeist dan lingkungan kebudayaan akan mempengaruhi cara pandang sejarawan tersebut. Singkatnya, situasi zaman dan kebudayaan diwakili dengan pandangan seorang sejarawan. Dari waktu ke waktu, penulisan sejarah selalu berkembang. Setiap periode sejarah melahirkan penulisan sejarah masing-masing yang berbeda ciri-cirinya. Dalam konteks inilah, historiografi di Indonesia terbagi menjadi tiga jenis, yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern. B. Historiografi Interpretasi, Penjelasan, dan Penyajian Penulisan sejarah diwujudkan dalam paparan, penyajian, presentasi atau penampilan eksposisi. Bentuknya dapat berupa deskripsi, narasi, dan analisis. Dua dorongan utama yang menggerakkan seorang sejarawan dalam menulis karya 6 sejarah adalah mencipta ulang re-create dan menafsirkan interpret, serta menjelaskan. Dorongan pertama menuntutnya membuat deskripsi dan narasi, sedangkan dorongan kedua menuntutnya membuat analisis. Pegangan para sejarawan dalam menulis karya sejarah adalah beberapa filsafat sejarah tertentu. Filsafat ini bertujuan untuk memberi arti atau makna kepada seluruh sejarah kegiatan manusia, sebagai petunjuk bagi suatu penafsiran yang valid dari materi sejarah, dan suatu pemahaman mengenai penyebab dan keberartian signifikansi dari peristiwa dan lembaga yang dicatat dalam materi sejarah. Sjamsuddin, 201699 Faktor-faktor tetap yang mendasari sejarah adalah manusia, geografi, kebudayaan, dan supernatural atau metafisik. Keempatnya dianggap sebagai penyebab yang mengkondisikan sejarah manusia. Para sejarawan mengangkat filsafat sejarah dari keempat faktor tersebut, terutama manusia sebagai titik tolaknya. Jika tidak hati-hati, penulisan sejarah yang dihasilkan menjadi filsafat sejarah yang deterministik. Filsafat deterministik menolak semua penyebab yang berdasarkan kebebasan manusia dalam menentukan dan mengambil keputusan. Manusia menjadi robot karena ditentukan oleh kekuatan yang berada di luar dirinya. Bentuk penafsiran deterministik ini tampil dalam determinisme rasial, penafsiran geografis, interpretasi ekonomi, penafsiran teori “orang besar”, penafsiran spiritual atau idealistik, penafsiran ilmu dan teknologi, penafsiran sosiologis, serta penafsiran sintesis. Sjamsuddin, 2016103-104 7 Penulisan sejarah pun tidak luput dari kritikus. Beberapa kesalahan yang disebut Fischer sebagaimana dikutip oleh Sjamsuddin 2016109 adalah kekeliruan anakronisme, kekeliruan presentisme, kekeliruan antikuarian, kekeliruan sejarah terowongan, kekeliruan periodisasi, kekeliruan teleskopik, kekeliruan berkepanjangan, kekeliruan kronik, dan kekeliruan didaktik. Kekeliruan anakronisme adalah kekeliruan yang terjadi ketika sejarawan membuat deskripsi, narasi atau analisis, dan pertimbangan mengenai suatu peristiwa, tidak jarang disebutkan seolah-olah terjadi pada suatu waktu yang lain dari yang sebenarnya. Anakronisme dapat terjadi dalam beberapa bentuk. Contoh kekeliruan anakronisme adalah kesalahan penempatan tanggal, penempatan objek, peristiwa, atau kata-kata serta istilah-istilah. Dalam periodisasi sejarah di Indonesia, kekeliruan anakronisme didapati sebagai kelemahan historiografi modern. Kekeliruan lain yang dapat terjadi dalam historiografi adalah kekeliruan teleskopik dan kekeliruan berkepanjangan. Kekeliruan pertama adalah kekeliruan yang terjadi karena membuat cerita panjang menjadi singkat. Sejarawan terdorong untuk menciutkan apa yang seharusnya dapat ditulis dengan panjang lebar. Karena ada bagian-bagian yang dihilangkan, hasilnya adalah suatu historiografi yang tidak utuh. Sementara yang kedua adalah, kekeliruan yang terjadi karena membuat cerita yang seharusnya pendek menjadi panjang. Hasilnya berupa tulisan yang berkepanjangan dan bertele-tele. Salah satu kemungkinan penyebabnya karena sumber materi sejarah yang kurang. Sjamsuddin, 2016112 8 Pemamparan atau penyajian sejarah pun berdekatan dengan persoalan objektivitas dan subjektivitas. Objektivitas berarti kebenaran mutlak, sesuai dengan kenyataaan, netral, tidak memihak, dan tidak terikat. Tuntutan seperti ini tentu cukup sulit untuk dipenuhi dalam disiplin ilmu sejarah. Sejarah dipahami oleh para sejarawan sebagai catatan dan ingatan akan masa lalu. Untuk itu, jika tidak ada catatan atau ingatan, tidak ada sejarah. Sebagai catatan atau ingatan, tentu ada orang yang mencatat atau mengingat. Dalam konteks inilah, sejarawan mempunyai pandangan-pandangan, prasangka-prasangka yang dapat ditemukan dalam catatan atau ingatan tersebut. Akibatnya, catatan atau ingatan akan masa lalu tersebut dapat memihak bias, memuat prasangka-prasangka kelompok, memuat teori-teori yang bertentangan tentang penafsiran sejarah, dan memuat konflik-konflik filsafat yang mendasar. Dengan kata lain, pemaparan atau penyajian sejarah tidak akan pernah lepas dari unsur subjektivitas. Untuk itu, dalam metodologi sejarah, penjelasan eksplanasi sejarah menjadi upaya para sejarawan untuk menjelaskan hubungan di antara pernyataan-pernyataan mengenai fenomena-fenomena sejarah yang ada. Karya sejarah yang dihasilkan mencakup hubungan kausalitas sebab-akibat dan bentuk-bentuk penghubung lain koneksi. Keduanya digunakan oleh para sejarawan ketika mensintesiskan fakta-fakta sejarah yang dijumpai. Sjamsuddin, 2016121 Dalam historiografi, pemaparan atau penyajian sejarah dapat dibagi menjadi tiga jenis karya; deskriptif-naratif, analitis-kritis, dan gabungan keduanya. Perwujudan historiografi yang deskriptif-naratif dan analitis-kritis merupakan dua kutub dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Pada perkembangan 9 berikutnya, para sejarawan mulai mengembangkan historiografi yang lebih “moderat” untuk tidak terlibat dalam dikotomi tersebut. Para sejarawan mencoba mengambil jalan tengah di antara dua kutub tersebut. Mengutip Burke, Sjamsuddin 2016151-152 menjelaskan ketiganya sebagai berikut 1. Deskriptif-naratif Sejarah yang bersifat naratif dapat disebut sebagai sejarah populer karena menyandarkan diri pada peristiwa-peristiwa atau sejarah lama tradisional. Dalam penulisan sejarah, sejarawan berperan sebagai narator. Kelemahan jenis karya deskriptif-naratif ini ada pada penulisan peristiwa-peristiwa sejarah yang hanya di bagian permukaan saja. 2. Sejarah analitis-kritis Penyajian sejarah yang bersifat analitis-kritis dianggap sebagai sejarah akademik. Orientasi penyajian sejarah ini adalah permasalahan dan struktur sehingga disebut sejarah struktural. Para sejarawan tidak lagi mengambil peran sebagai narrator, melainkan sebagai analis yang membedah karya sejarah dari sudut pandang akademis, dipilah-pilah, dan disusun secara runtut. Dengan demikian, penulisan sejarah analitis-kritis lagi tidak bersifat naratif, tetapi lebih bersifat akademis. Penyajian jenis ini terdapat dalam karya-karya ilmiah, jurnal, tesis, atau desertasi. Oleh karena itu, sejarah struktural yang analitis tampil sebagai karya sejarah yang terlalu kaku statis dan tidak historis unhistorical. 10 3. Gabungan deskriptif-naratif dan analitis-kritis Penyajian sejarah terbaru tampil dalam gabungan karya deskriptif-naratif dan analitis-kritis. Ada beberapa model yang ditunjukkan oleh Peter Burke dari contoh-contoh yang dilakukan oleh para novelis atau pembuat film dapat dicontoh oleh para sejarawan. a. Teknik penulisan novel yang bercerita dari berbagai sudut pandang. Teknik ini disebut heteroglossia. Cara ini memungkinkan beragamnya pendapat dan tidak mustahil bertentangan satu sama lain. b. Narasi sejarah menggunakan plot dasar sastra, antara lain komedi, tragedi, satir, dan roman. c. Banyaknya narasi menggambarkan rangkaian peristiwa dan maksud-maksud yang disadari oleh para pelaku sejarah, sekaligus melukiskan struktur-struktur, seperti pranata sosial, lingkungan, budaya, lembaga sosial, dan cara berpikir zamannya. d. Cara menulis sejarah dengan model mikronaratif. Cara bercerita ini dapat ditemui dalam konteks atau setting rakyat setempat. e. Cara menulis sejarah dilakukan secara mundur. Cara bercerita ini dimulai dari masa sekarang, kemudian bergerak mundur ke masa yang lebih tua. Semua wujud penampilan, penyampaian, pemamparannya, dan bentuk penyajian di atas, yaitu deskriptif-naratif, analitis-kritis, atau gabungan keduanya, bermuara pada sintesis yang dikenal dengan historiografi. 11 C. Historiografi di Indonesia 1. Historiografi Tradisional Tradisi sejarah masyarakat Indonesia berkembang pada masa aksara, yaitu masa ketika masyarakat Indonesia sudah mengenal tulisan. Pada masa ini, tradisi direkam melalui tulisan yang disebut naskah. Naskah inilah yang menjadi sarana untuk mewariskan kisah-kisah masa lalu kepada generasi berikutnya. Di Indonesia, naskah-naskah tersebar di berbagai daerah. Pada umumnya, bahasa yang digunakan adalah bahasa daerah asal naskah tersebut; Sunda, Jawa, Bugis, Melayu, Aceh, dan Minang. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kesadaran sejarah yang sangat tinggi. Dalam periodisasi sejarah di Indonesia, historiografi tradisional dimulai pada masa Hindu Buddha. Sebutan tradisional tersebut berdasar pada tahun ketika naskah itu ditulis, tempat penulisan naskah, dan bentuk cerita yang dikisahkan dalam naskah. Pada masa ini, dikenal beberapa jenis historiografi tradisional, antara lain prasasti, babad, dan hikayat. Tiga jenis historiografi ini tampil sebagai ekspresi budaya dan bentuk keprihatinan sosial masyarakat atau kelompok sosialnya. Bahasa, adat istiadat, dan khasanah nilai-nilai budaya adalah beberapa faktor yang sangat mempengaruhi penulisan naskah-naskah, tulisan-tulisan, dan manuskrip-manuskrip. Tarunasena, 200959 Karena dipengaruhi sistem kepercayaan masyarakatnya, historiografi tradisional sarat dengan unsur-unsur mistis masyarakat setempat. Unsur-unsur ini tampil dalam figur tokoh-tokoh cerita tertentu. Kisah-kisah tersebut bersumber pada kepercayaan akan kekuatan yang menjadi pangkal seluruh semesta. 12 Fakta-fakta sejarah belum diberi tempat dalam historiografi tradisional. Salah satu fungsi menempatkan unsur mistis dalam historiografi tradisional adalah untuk memberi bentuk legitimasi dan kesan mistis dalam narasi tokoh historis. Hal ini dapat ditemui dalam kisah silsilah raja-raja. Selain memberi kesan mistis, dengan menempatkan raja sebagai keturunan dari dewa tertentu, penulisan tokoh tersebut hendak menegaskan bentuk legitimasi kekuasaan yang diterimanya dari para dewa. Tarunasena, 200960 Berdasarkan ciri-cirinya, historiografi tradisional di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu historiografi masa Hindu-Buddha dan historiografi masa Islam. Keduanya dijelaskan sebagai berikut a. Historiografi Masa Hindu-Buddha Pada masa ini, historiografi tradisional berkembang bersamaan dengan tradisi tulisan. Di berbagai tempat di Indonesia, periode masa ini dibuktikan dengan penemuan prasasti-prasasti yang ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa. Prasasti inilah yang merekam kejadian penting, menegaskan legitimasi kerajaan, dan menunjukkan kuatnya pengaruh budaya India. Secara umum, historiografi tradisional pada masa Hindu-Buddha dapat ditemukan dalam karya-karya terjemahan naskah-naskah dari India. Karya-karya yang dihasilkan bersifat religiomagis. Artinya, karya-karya tersebut memuat kepercayaan yang meyakini adanya kekuatan di atas manusia dan adanya kekuatan gaib yang menguasai alam sekitar. 13 Isi karya historiografi tradisional pun bersifat istanasentris. Hal ini tampil dalam gambaran bahwa istana adalah tempat yang sakral dan memiliki pengaruh. Hal ini dapat ditemui dalam kisah-kisah yang berkembang di berbagai daerah. Di Jawa Barat misalnya, silsilah para Bupati selalu dihubungkan dengan tokoh mitos, yaitu Prabu Siliwangi. Silsilah tersebut dibuat dengan tujuan agar dapat memberikan dasar legitimasi bagi raja atau penguasa bahwa dia adalah keturunan tokoh yang sakral atau berpengaruh. Tarunasena, 200963 Ciri-ciri di atas menunjukkan bahwa ekspresi budaya dan religiositas masih berada pada taraf yang sangat sederhana. Karya-karya sejarah yang dihasilkan berusaha menjelaskan dan memperkokoh nilai-nilai, tatanan, dan norma-norma sosial budaya yang dihidupi sehari-hari. Untuk itu, unsur kekuasaan adikodrati yang ditemui di sekitarnya tidak dapat dilepaskan dari naskah-naskah yang dihasilkan. Hal ini pun dapat ditemui dalam karya-karya pujangga keraton yang hidup di lingkungan istana. Tulisan-tulisan yang dihasilkan berhubungan erat dengan konsep bahwa raja adalah titisan dewa yang harus ditempatkan lebih tinggi daripada masyarakat pada umumnya. Dengan demikian, keberadaan prasasti, babad, kronik menunjukkan legitimasi raja, menandakan peristiwa penting, dan memuji kebesaran raja. Namun, masih dapat ditemukan bahwa kisah-kisah tersebut masih berdekatan dengan unsur mitos dan cerita takhayul. Karya-karya historiografi tradisional tidak hanya berisi tentang kisah sejarah. Beberapa karya historiografi tradisional tersebut sangat kaya dengan ajaran agama, hukum, adat-istiadat, filsafat politik, sastra, dan doa. Namun, sesuai 14 konteks diskursus ini, karya historiografi tradisional adalah naskah yang berisi cerita sejarah. Ciri-ciri karya historiografi tradisional ini masih dipengaruhi nilai mistis dan tidak mengikuti kaidah logis serta akademis. Contoh-contoh karya historiografi tradisional pada masa ini adalah Pararaton, Negarakertagama, Mahabarata, dan Ramayana. Rahata. dkk, 2016107 b. Historiografi Masa Islam Historiografi pada masa ini berkembang seiring berkembangnya pengaruh kebudayaan Arab di Indonesia. Perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia mendorong karya historiografi tradisional ditulis dengan ciri-ciri yang berbeda dari historiografi pada masa Hindu-Buddha. Meski masih mengandung unsur mitos, karya historiografi masa Islam sudah menonjolkan kisah seseorang yang mendapat wahyu sebagai legitimasi keterpilihannya sebagai raja. Pada masa ini, sudah dikenal unsur kronologi pada kisah-kisah asal-usul raja atau latar belakang berdirinya sebuah kerajaan. Untuk itu, karya-karya historiografi pada masa ini sangat berdekatan dengan proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Pulau Jawa. Dengan demikian, karya-karya tersebut sarat dengan kisah yang menuturkan lingkungan etnis tertentu etnosentris. Rahata. dkk, 2016108 Perkembangan historiografi tradisional pada masa ini pun masih bersifat istanasentris. Namun, legitimasi kekuasaan raja diganti dengan konsep kalifatullah, yaitu raja sebagai wakil Tuhan di dunia. Hal ini menunjukkan adanya pengamalan ajaran agama yang dilakukan oleh para pemimpin pada masa Islam. 15 Kisah-kisah tersebut pun masih memuat unsur-unsur mitos dan legenda yang digunakan secara simbolis untuk memberi legitimasi kepada raja dan keturunannya yang berkuasa. Contoh karya historiografi tradisional pada masa ini adalah Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Aceh, Babad Tanah Jawi, Babad Demak, dan Babad Giyanti. Historiografi tradisional menampilkan budaya masyarakat setempat. Dari karya ini, dikenallah silsilah yang ditulis runtut dan kronologis. Untuk itu, tekanan ditempatkan pada struktur, bukan proses. Dalam konteks inilah, dapat dipahami pentingnya legitimasi raja dan peristiwa yang dianggap penting pada periode kekuasaan raja tertentu. Historiografi tradisional pun masih sangat subjektif. Setiap karya yang dihasilkan menonjolkan sifat istanasentris, kehidupan raja dan bangsawan. Dengan demikian, karya historiografi tradisional sangat terbatas, terutama karena tidak memberi tempat pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat pada umumnya. Historiografi tradisional ini pun tidak melandasi penulisannya dengan metodologi penulisan yang jelas. Unsur mitos dan realitas bercampur aduk dalam penulisan karya historiografi tradisional. Dengan kata lain, jika harus ditelusuri kembali, sumber-sumber data penulisannya mustahil untuk dibuktikan. Rahata. dkk, 2016109-111 2. Historiografi Kolonial Historiografi kolonial adalah penulisan sejarah yang dilakukan oleh seorang sejarawan yang tinggal di daerah koloni atau jajahan. Kepentingan penulisan 16 sejarah yang dilakukan tentu saja tidak terlepas dari kepentingan penguasa kolonial yang berusaha untuk melegitimasi kekuasaannya di daerah koloni. Dalam konteks Indonesia, historiografi kolonial berarti tulisan sejarah karya sejarawan yang dilakukan pada masa pemerintahan kolonial. Karakteristik historiografi kolonial sarat dengan penulisan yang subjektif. Di Indonesia, fokus kajian sejarawan lebih banyak mencatat aktivitas para pegawai Belanda dan kegiatan gubernur jenderal. Dengan demikian, sumber-sumber lokal seperti babad, hikayat, kronik, atau tradisi lisan seringkali diabaikan. Penulisan historiografi kolonial pun sering bersifat diskriminatif. Demi mendapat keuntungan psikologis, ekonomis, dan politis, penulisan historiografi tidak sesuai dengan fakta-fakta historis. Bahkan, sejarawan pun menggunakan unsur mitos dalam tulisannya untuk menegaskan bahwa wilayah Indonesia adalah daerah kekuasaan Belanda. Sejarawan kolonial menciptakan mitos bahwa bangsa Belanda adalah tuan atas wilayah Indonesia. Sudut pandang yang tidak berimbang inilah yang membuat historiografi kolonial ditulis berdasarkan unsur kepentingan. Kehidupan bangsa Indonesia adalah fokus sekunder yang tidak perlu diberi tempat penting. Untuk itu, historiografi kolonial bersifat eropasentrisme dan neerlandosentrisme. Artinya, sejarah Indonesia ditulis berdasarkan sudut pandang dan kepentingan orang-orang Belanda Eropa yang saat itu sedang berkuasa menjajah di Indonesia. Dalam historiografi kolonial, aktivitas orang Belanda, pemerintahan kolonial, dan kegiatan para pegawai kolonial yang menjalankan tugasnya di Indonesia menjadi fokus utama kajian sejarah. Dengan kata lain, historiografi kolonial menganggap 17 keberadaan orang-orang Indonesia tidak terlalu penting dan tidak memiliki pengaruh. Rahata. dkk, 2016113 Perkembangan historiografi kolonial di Indonesia berkembang dengan pesat. Setelah perkembangan VOC pada pemerintahan Hindia Belanda, penulisan historiografi kolonial dilanjutkan oleh pemerintah Inggris pada 1811. Historiografi kolonial yang dikenal pada masa ini adalah History of Java karya Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Tokoh yang mempengaruhi perkembangan historiografi kolonial adalah Leopold von Ranke. Ranke berpendapat bahwa sejarah dunia adalah sejarah dari Barat. Sejarah bangsa lain akan dibahas jika memiliki keterkaitan dengan bangsa Eropa. Dalam Geschiedenis van Nederlandsche-Indie Sejarah Hindia Belanda karya Stapel, seorang penulis Belanda bernama van Leur mengkritik penulisan historiografi kolonial dengan menegaskan “Jangan melihat kehidupan masyarakat dari atas geladak kapal saja”. Kritik ini mengingatkan para penulis atau sejarawan kolonial agar dalam menulis sejarah tidak hanya dari sudut penguasa. Rahata. dkk, 2016114 Beberapa contoh historiografi kolonial dari masa VOC sampai berakhirnya kekuasaan Belanda di Indonesia adalah Beknopt Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie karya Eijkman dan Stapel, Oud en Niew Oost-Indie karya Francois Valentijn, Indische Geschiedenis karya J. Haan dan H. Uljee, Nederland in de Oost karya Treb, Geschiedenis van Indonesie karya de Graaf, Geschiedenis van Java karya W. Fruin Mees dan Rijklofs van Goens, 18 History of Java karya Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, dan Max Havelaar karya Douwes Dekker. Rahata. dkk, 2016116-117 Meskipun tidak berimbang, historiografi kolonial tetap memuat fakta-fakta sejarah yang dapat digunakan sebagai sumber primer. Namun, karena subjektivitas penulisan yang cukup tinggi, sejarawan kolonial mengesampingkan sumber-sumber lokal seperti syair-syair, hikayat, babad, dan kronik yang telah ada di lingkungan masyarakat. Alhasil, karya historiografi kolonial memiliki kekurangan data kualitatif dari sumber lokal. Kekurangan tersebut dapat dibaca pada buku tentang sejarah kolonial yang menuliskan hal-hal yang kaku dan dibuat-buat. Hanya sedikit karya historiografi yang membahas tentang aktivitas rakyat pribumi. Sebaliknya, karya historiografi kolonial banyak memberi tempat pada aktivitas para pejabat dan pegawai pemerintahan Belanda di Indonesia. Dengan demikian, kurangnya data kualitatif dari sumber lokal bersumber pada pola pikir sejarawan kolonial yang menganggap tulisan pribumi terlalu rendah sehingga ia tidak berusaha meneliti sumber tersebut dengan jeli. Rahata. dkk, 2016116 Seiring perkembangan teknologi mesin cetak, penulisan karya historiografi kolonial dipermudah dengan biaya yang lebih murah. Penyebaran karya historiografi kolonial yang dihasilkan pun dapat lebih meluas. Hingga saat ini, sumber-sumber kolonial inilah yang disimpan dengan rapi di Belanda dalam jumlah yang cukup banyak. Namun, harus diakui bahwa akses atas sumber-sumber kolonial tersebut masih terbatas. 19 3. Historiografi Modern Historiografi modern lahir sebagai tanggapan atas historiografi kolonial. Karya-karya yang dihasilkan menjadi upaya melepaskan diri dari kolonialisme dalam penulisan sejarah. Sebagai babak baru dalam perkembangan historiografi, nasionalisme diberi tempat tersendiri. Hal ini menjadi bentuk perlawanan terhadap penjajahan. Berbeda dengan historiografi tradisional, historiografi modern bersifat indonesiasentris. Sudut pandang dan kepentingan bangsa dipakai sebagai tolok ukur dalam penulisan sejarah di Indonesia. Dengan demikian, karya historiografi yang tidak menempatkan kehidupan orang-orang Indonesia sebagai subjek utama, dikesampingkan. Alasannya, karya-karya tersebut berpotensi merugikan proses pembangunan, terutama dalam mengembangkan sikap nasionalisme. Untuk itulah, historiografi modern tidak terbatas pada penulisan sejarah orang-orang besar, tetapi sudah memberi tempat pada peran para petani dan kondisi sosial ekonomi rakyat kecil. Tarunasena, 200967 Historiografi ini pun bersifat metodologis. Kaidah-kaidah penulisan ilmiah dalam ilmu sejarah digunakan secara ketat. Jika historiografi tradisional tidak terlalu mementingkan fakta, historiografi modern sangat mementingkan fakta dengan pendekatan multidimensional. Dengan pendekatan ini, sumber kolonial dan lokal digunakan oleh sejarawan. Perbandingan keduanya dipakai oleh sejarawan agar validitas dan kredibilitas fakta yang ditemukan dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, substansi dan isi karya historiografi modern dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 20 Historiografi modern pun berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh intelektual nasional yang berusaha memikirkan nasib bangsanya dengan menuangkan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Pasca kemerdekaan Indonesia, penulisan historiografi modern bermanfaat untuk menunjukkan legitimasi pemerintahan Indonesia yang berdaulat. Para sejarawan menuliskan peristiwa besar yang bersifat nasionalis dan mengobarkan semangat kebangsaan untuk menunjukkan eksistensi bangsa. Beberapa contoh historiografi modern adalah Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo, Autobiografi Soekarno karya Cindy Adams, Revolusi Pemuda karya Benedict Anderson, Islam dan Masyarakat karya Taufik Abdullah, dan Sukarno, Tentara, PKI karya Rosihan Anwar. Rahata. dkk, 2016122-123 Historiografi modern tidak lagi memberi tempat pada religiomagis dan etnosentris berpusat pada etnis/daerah tertentu. Pendekatan ilmiah dan kebangsaan diberi tempat penting sehingga sudut pandang historiografi modern menjadi indonesiasentris. Dengan demikian, penulis tidak lagi terjebak dalam subjektivitas karena telah menggunakan metode penulisan yang kritis, struktural, analitis, sekaligus menggunakan pendekatan multidimensional. Prinsip indonesiasentris dalam historiografi modern tentu saja berdampak pada pemahaman sejarah yang cenderung tidak cocok dengan zaman tertentu. Banyak fakta sejarah, sosial, budaya pada masa kolonial tidak ditulis karena dianggap bukan bagian dari sejarah Indonesia. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pada awal perkembangannya, historiografi modern cenderung menjauh 21 dari sejarah objektif. Kecenderungan ini muncul karena nasionalisme yang ditonjolkan dalam historiografi terlalu berlebihan tanpa mengutamakan penelitian yang detail dan akurat. Ketidakobjektifan historiografi indonesiasentris ini tercermin dalam karya generasi awal sejarawan Indonesia pascakemerdekaan. Dalam karyanya Enam Ribu Tahun Sang Merah Putih, Yamin mencoba meyakinkan bangsa Indonesia bahwa sejarah bendera nasional Indonesia, Merah Putih, telah digunakan sejak enam ribu tahun yang lalu. Dasar penafsiran ini adalah penemuan warna pada masyarakat Indonesia masa praaksara. Selain itu, kebiasaan tradisional bubur merah dan putih menjadi dasar untuk menjelaskan kesakralan arti simbol warna merah putih. Rahata. dkk, 2016122 22 BAB III PENUTUP A. Simpulan Perbedaan penelitian sejarah dengan ilmu-ilmu lain adalah masalah sumber penelitian. Ilmu sejarah adalah ilmu empiris. Artinya, sejarah sangat tergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman ini terekam pada dokumen atau sumber sejarah. Peristiwa sejarah hanya terjadi sekali dan tidak terulang. Untuk itu, historiografi memerlukan teknik tersendiri dalam penelitian agar dapat menghasilkan karya yang baik. Sumber utama penelitian sejarah adalah dokumen sejarah. Dokumen-dokumen inilah yang menjadi obyek utama para peneliti dalam merekonstruksi fakta-fakta sejarah. Setelah fakta-fakta sejarah dipahami secara menyeluruh, para peneliti sejarah harus melakukan interpretasi untuk menentukan makna dan arti yang saling berhungan dari fakta-fakta yang diperoleh. Hasilnya adalah sintesis yang harmonis dan logis. Akhirnya, para peneliti sejarah menyajikan hasil penelitian dalam bentuk historiografi atau penulisan sejarah yang runtut, sistematis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. B. Saran Dalam dua dasawarsa terakhir, perkembangan ilmu sosial di Indonesia sangat pesat, termasuk di dalamnya ilmu sejarah. Dari sudut pandang kesenjangan 23 antargenerasi, generasi sekarang sangat memahami Zeitgeist jiwa zaman seluruh gejolak dan keresahan yang terjadi saat ini. Untuk itu, keunggulan para sejarawan generasi ini adalah sejarawan sekaligus generasi milenial. Masa depan historiografi Indonesia berada di tangan para sejarawan milenial. Banyak di antara para sejarawan muda tersebut dididik dalam tradisi akademik Eropa dan Amerika. Hal ini memungkinkan pendekatan, metodologi dan tema yang sangat beragam. Situasi inilah yang diharapkan mendorong historiografi Indonesia semakin mandiri dan tidak bergantung kepada “mazhab-mazhab” tertentu dalam ilmu sejarah. Tentu saja, sikap kritis tetap harus diberi tempat dalam perkembangan disiplin ilmu sejarah. 24 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik. 2006. Historiografi dalam Denyut Sejarah Bangsa’ disampaikan dalam Ceramah Ilmiah Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah di Teater Salihara, Selasa, 26 Januari 2016, diakses dari pada Senin, 22 Oktober 2018 Ahsan, Ivan Aulia. 2017. Historiografi Indonesia di Tangah Sejarawan Milenial. Diakses dari pada Senin, 22 Oktober 2018 Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta Penerbit Bentang Budaya Rahata, Ringo, dkk. 2016. Sejarah Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Klaten Intan Pariwara Subekti, Slamet. 2010. Tinjauan Kritis terhadap Kecenderungan Historiografi Indonesia Masa Kini. Diakses dari publications/5045-ID-tinjauan-kritis-terhadap-kecenderungan-h pada Senin, 22 Oktober 2018 Sjamsuddin, Helius. 2016. Metodologi Sejarah. Yogyakarta Penerbit Ombak Tarunasena, M. 2009. Sejarah SMA/MA untuk Kelas X. Jakarta Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional ResearchGate has not been able to resolve any citations for this dalam Denyut Sejarah Bangsa' disampaikan dalam Ceramah Ilmiah Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah di Teater Salihara, Selasa, 26 JanuariTaufik AbdullahAbdullah, Taufik. 2006. 'Historiografi dalam Denyut Sejarah Bangsa' disampaikan dalam Ceramah Ilmiah Historiografi Indonesia dalam Perspektif Sejarah di Teater Salihara, Selasa, 26 Januari 2016, diakses dari pada Senin, 22 Oktober 2018Historiografi Indonesia di Tangah Sejarawan MilenialIvan AhsanAuliaAhsan, Ivan Aulia. 2017. Historiografi Indonesia di Tangah Sejarawan Milenial. Diakses dari pada Senin, 22 Oktober 2018 - Kritik sumber sejarah sering juga disebut proses verifikasi. Sering digunakan peneliti untuk menguji keabsahan serta keaslian suatu dokumen atau sumber sejarah. Dalam penelitian sejarah, tahapan ini sangat penting dilakukan, demi meminimalisasi kesalahpahaman. Sebab penelitian sejarah membutuhkan sumber yang valid atau berdasarkan Sumargono dalam buku Metodologi Penelitian Sejarah 2021, kritik sumber sejarah adalah upaya mendapatkan kredibilitas sumber. Verifikasi atau kritik sumber sejarah merupakan salah satu tahapan dalam penelitian sejarah, di mana peneliti menguji dan melakukan verifikasi terhadap sumber atau data sejarah. Ada dua jenis kritik sumber sejarah, yakni kritik internal serta eksternal. Berikut pemaparannya Kritik internal Proses pengujian terhadap kredibilitas sumber sejarah disebut kritik juga Tujuan Peneliti Sejarah Melakukan Verifikasi atau Kritik Sumber Dikutip dari buku Pengantar Metode Penelitian 2016 oleh Maryam B. Gainau, kritik internal merupakan penilaian keakuratan pada sumber atau materi sejarah. Kritik ini ditujukan untuk melihat serta menyelidiki isi dari bahan dan dokumen sejarah. Misalnya melihat apakah pernyataan yang dibuat bersifat historis atau tidak, serta apakah isinya sesuai dengan sejarah atau tidak. Pada dasarnya, kritik internal mencakup isi, bahasa yang digunakan, tata bahasa, situasi penulisan dokumen, gaya penulisan, ide, dan lain-lain. Kritik eksternal Jenis kritik sumber sejarah ini berkaitan dengan keaslian bahan yang digunakan dalam sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, atau naskah. Dilansir dari buku Metode Penelitian Sistem 3x Baca 2019 karangan Tarjo, kritik eksternal dilakukan dengan kritis untuk memeriksa keaslian data sejarah. Kritik eksternal meliputi keadaan "luar" dari sumbernya, seperti bahan pembuatan dokumen, proses identifikasi tulisan tangan, dan lain sebagainya. Baca juga Metode Penelitian Sejarah Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.